Habis manis sepah dibuang, pepatah itu yang kini
berada di benak para penghuni rumah dinas dikawasan Otista, Jakarta Timur.
Kodam Jaya terpaksa melakukan pengosongan secara paksa atas 3 rumah di komplek
TNI Angkatan Darat dikawasan ini Desember lalu. Kendati pemilik mencoba
bertahan.
Kendati demikian, tidak jarang pengosongan secara
paksa ini berbuntut kericuhan. Ini terjadi, karena penghuni rumah merasa rumah
yang tempati selama berpuluh – puluh tahun, adalah milik mereka, dengan
sejumlah bukti. Tidak jarang pula, rumah yang akan dikosongkan, berdiri diatas
tanah yang masih berstatus sengketa alias menunggu putusan pengadilan.
Soal ketidakjelasan status tanah juga dialami
warga, mantan prajurit yang tinggal di Yon Angkub TNI di kawasan Cililitan,
Jakarta Timur.
Sejak tahun 1963, sebanyak 200 kepala keluarga pensiunan
TNI tinggal di lahan seluas satu setengah hektar. Mereka tidak tahu siapa
pemilik lahan diamana rumah mereka berdiri, makanya mereka menolak perintah
pengosongan, karena rumah mereka bukan rumah dinas.
Aminah yang berusia lebih dari 70 tahun ini juga
tidak bisa membayangkan, bila ia harus dipaksa pindah. Peristiwa seperti sering
terjadi. Pengosongan yang berakhir ricuh dan memancing emosi, terjadi karena
kesalahpahaman dan kurangnya informasi.
Kementrian Pertahanan sendiri telah mengeluarkan
peraturan, bahwa purnawirawan dan istri masih diberikan hak ijin tinggal, tentu
dengan sejumlah ketentuan, seperti membayar pajak, listrik, air dan tidak
diperbolehkan rumah dialihkan.
TNI dan Kementrian Pertahanan akan terus
melakukan penertiban, untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi prajurit aktif yang
nasibnya juga memang tidak lebih baik.
Namun ada baiknya, pengosongan dilakukan dengan
cara manusiawi. Memang tidak mudah mememuhi rasa keadilan, diantara mantan
prajurit dan prajurit aktif. Hanya saja kita tidak bisa membayangkan, bila cara
– cara kekerasaan terjadi pada Aminah ini.
Sumber : indosiar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar