TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi
Orang Hilang dan Tindak Kekerasan menyatakan Tentara Nasional Indonesia
tidak memiliki kewenangan mengusir dan melakukan
pengosongan rumah negara yang dihuni keluarga veteran atau purnawirawan tentara.
"Kegiatan itu bertentangan dengan UU TNI," ujar Koordinator Eksekutif
Kontras, Haris Azhar .
Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tentara Nasional Indonesia, kata Haris, fungsi tentara hanya untuk pertahanan. “Tapi TNI sekarang mengurus semuanya sendiri termasuk masalah rumah dan eksekusi lahan,” kata Haris dalam diskusi publik "Korban Rumah Negara Menggugat" di Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Kamis tanggal 31 Maret. Selain tidak berwenang melakukan eksekusi terhadap rumah negara, lanjut dia, TNI juga dilarang mengklaim suatu properti sebagai asetnya. Karena, dalam Peraturan Presiden mengenai Pengambilalihan Bisnis TNI, semua aset harus diambil oleh negara. Bukan oleh TNI sendiri. “Nantinya, aset itu dikelola oleh Kementerian Keuangan. Tidak oleh TNI,” ujar Haris.
Eksekusi Rumah Dinas TNI AD di Jalan Patrakomala,
Bandung. TEMPO/Prima Mulia
Kalaupun ada suatu sengketa terhadap properti
atau rumah negara, TNI tidak bisa langsung lakukan eksekusi. Pengosongan
properti itu harus dilakukan dengan cara pendekatan atau lewat jalur hukum.
“Jadi buat laporan ke polisi, ada proses persidangan, putusannya harus
dihormati oleh TNI dan pihak lawan,” kata dia.
Sikap tentara yang lebih dulu bergerak
mengeksekusi rumah negara dari keluarga purnawirawan, dicurigai Haris sebagai
usaha TNI mengambil aset tersebut sebelum didahului Kementerian Keuangan.
“Untuk apa tujuannya, saya tidak tahu. Mungkin untuk peruntukan lain.” Haris
pun mencontohkan banyaknya tanah yang dikuasai atau milik TNI yang dikelola
untuk kepentingan bisnis. “Seperti lahan di Cijantung. Dari ujung ke ujung
jalan itu isinya mal, pertokoan. Itu menyalahi aturan,” ujarnya.
Menurut dia, TNI tidak dapat menguasai
suatu aset secara permanen karena ancaman dan model pertahanan negara bisa
berubah sewaktu-waktu. Tergantung ancaman serta kebijakan pertahanan negara.
“Sekarang Marinir di Cilandak, bagaimana kalau ada ancaman kapal perang laut
datang? Bagaimana pergerakan Marinir? Macet,” kata Haris.
Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal, Nur
Kholis menyatakan pengosongan rumah negara oleh TNI saat ini mencapai 30
kasus. Namun angka tersebut tidak terdiri dari satu rumah per satu kasus.
“Dalam satu kasus rumah yang dikosongkan bisa puluhan sampai ratusan kepala
keluarga,” kata Nur Kholis.Sedang menurut budayawan Arswendo Atmowiloto,
para purnawirawan dan mantan pekerja negara yang masih menempati rumah negara
harus melakukan pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Alasannya,
mereka tidak dapat memprotes kasus pengosongan rumah ke tentara yang hanya
menjalankan perintah atasannya. “Cari komandannya, siapa yang memberi perintah.
Kalau ini arahan Presiden SBY, ya datangi dia,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar