Para pensiunan PT KAI menolak mediasi di kantor perusahaan itu. "Kami tidak mau mediasi di kantor, kami mengharapkan mediasi dilakukan di tempat tinggal kami atau di kantor DPRD di sini," kata juru bicara pensiunan PT KAI Lampung, Deni. Menurut dia, mediasi yang kerap difasilitasi oleh perusahaan itu justru menimbulkan penekanan-penekanan dari pihak perusahaan, sehingga para pensiunan akhirnya menyepakati hasil yang sudah diskenariokan oleh perusahaan sebelumnya.
Berdasarkan pengalaman dan pemahaman penulis mediasi oleh mediator seharusnya dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bersengketa (independen). Namun hal ini biasanya disalahartikan karena dilakukan pejabat yang berwenang bahkan bawahan instansi yang bersangkutan yang tidak berpihak atau independen, hal yang demikian biasanya mereka (pejabat) meng-klaim sudah melakukan mediasi. Sebagai contoh suatu kasus rumah dinas/Negara pada umumnya pejabat berwenang memanggil para penghuni rumah dinas/Negara yang menjadi obyek sengketa. Dalam preambul (kata pembuka) selalu menjelaskan peraturan perundang-undangan yang berlaku (terbaru) dan mengabaikan peraturan perundang-undangan yang terdahulu. Keputusan pejabat selalu merasa yakin benar dan merasa telah menjalankan mandat sesuai aturan.
Yang terjadi apa ternyata keputusan yang diambil tebang
pilih dan hanya melaksanakan salah satu poin peraturan yang biasanya terdiri
dari beberapa poin. Permendiknas Nomor
76 Tahun 2008 pada pasal 6 ayat 6. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang terdiri dari beberapa poin
sebagai berikut :
a. Mengubah
sebagian atau seluruh bentuk Rumah Negara;
b. Menyewakan
sebagian atau seluruh bagian Rumah Negara;
c. Memanfaatkan
Rumah Negara tidak sesuai dengan fungsinya;
d. Menyerahkan
hak penghunian Rumah Negara kepada pihak lain; dan
e. Menggunakan
Rumah Negara untuk kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan
dan/atau norma kesusillan.
Jika pejabat yang bersangkutan ingin menerapkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku seharusnya tidak mengambil salah satu poin
larangan saja dan secara tegas dan berani menerapkan seluruh poin-poin yang
tertuang dalam pasal 6 ayat 6 seperti tersebut di atas. Dan bukan mencari penghuni
yang lemah kemudian ditindas. Bila ini dilakukan benar-benar oleh pejabat berwenang tersebut secara menyeluruh poin-poin yang tertuang dalam larangan tersebut, maka saya akan mengangkat topi dan mengacungkan jempol setinggi-tingginya serta dengan suka rela akan kami laksanakan peraturan-peraturan tersebut.
Penolakan yang dilakukan oleh para pensiunan PT KAI tersebut bukannya tak berdasar namun pada dasarnya bukan
menyelesaikan masalah namun menimbulkan penekanan-penekanan dari pihak perusahaan – ini benar-benar terjadi
sama di instansi kami dimana kami pernah bekerja. Bedanya pembangunan rumah
Dinas/Negara di instansi kami ada dua perolehan. Satu diperoleh melalui
anggaran Negara dan yang satu murni beaya sendiri melalui kredit KPR/BTN dengan
angsuran kredit mulai dari selama 7(tujuh) tahun hingga 20(dua puluh) tahun sesuai
dengan usia pensiun masing-masing karyawan yang tidak sama ketika akad kredit.
Lebih parah lagi pejabat di instansi kami bekerja, berusaha dengan cara membujuk penghuni rumah dinas yang telah menjadi haknya dengan sukarela mengosongkan
rumah sendiri karena banyak karyawan/dosen muda yang membutuhkan rumah dinas secara gratis ? dari pada rumah dinas
tersebut dikosongan secara paksa menurut kata : pejabat yang seenaknya seperti tak memiliki hati nurani, toleransi bahkan belas kasihan terhadap penghuni yang telah bersusah payah mengangsur rumah tersebut hingga layak huni seperti kondisi sekarang ini. Bayangkan ketika pembangunan selesai dan diserahkan kepada penghuni sekitar rumah masih berupa kubangan yang cukup dalam tanpa diurug karena bekas sawah apalagi bangunan termasuk tipe Rumah Sangat Sederhana yang lebih dikenal dengan sebutan RSS tanpa plafon, lantai plester (semen) diding batako tanpa di plester, jembatan setiap rumah hanya berukuran 50x100 cm. PDAM tersambung tetapi airnya belum mengalir sehingga penghuni terpaksa membuat sumur yang tidak murah biayanya, saya ingat betul ketika itu tidak semua karyawan atau dosen berminat ikut mendaftarkan kredit KPR/BTN. Tetapi ujung-ujungnya setelah tampak nyaman membuat ulah berbagai alasan yang dibuat-buat untuk mendapatkannya tanpa melalui kredit alias GRATISAN.
Kesimpulan dua kasus di atas merupakan hal pembuktian bahwa
mediasi yang dilakukan oleh pejabat yang bersangkutan bukan merupakan
penyelesaian masalah, namun yang benar adalah justru menimbulkan
penekanan-penekanan dan intimidasi dari pihak perusahaan atau instansi yang
bersangkutan. Bahkan pelanggaran hukum pidana muncul dengan pasal “melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan; dan atau mencemarkan nama baik”.
Tindak pindana Perbuatan tidak menyenangkan diatur dalam
Pasal 335.
ayat (1) KUHP menyatakan, “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
2. barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.”
Adapun unsur yang harus terpenuhi sebagaimana dimaksud pasal 335 KHUP tsb adalah sbb:
1.Melawan hak ;
2.Memaksa orang lain Supaya Melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu
3.Paksaan dilakukan dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain atau perbuatan yang tidak menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan, ancaman perbuatan lain atau ancaman perbuatan tidak menyenangkan
4.Paksaan atau ancaman itu ditujukan baik terhadap orang itu sendiri maupun terhadap orang lain.
Yang lebih mengerti apakah perbuatan ancaman yang dilakukan oleh pejabat saudara tsb merupakan tindak pidana Perbuatan tidak menyenangkan atau bukan, silahkan analisa sendiri perbuatan yang menimpa kita. Jika ya anda dapat melaporkan kepada pihak kepolisian.
ayat (1) KUHP menyatakan, “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
2. barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.”
Adapun unsur yang harus terpenuhi sebagaimana dimaksud pasal 335 KHUP tsb adalah sbb:
1.Melawan hak ;
2.Memaksa orang lain Supaya Melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu
3.Paksaan dilakukan dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain atau perbuatan yang tidak menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan, ancaman perbuatan lain atau ancaman perbuatan tidak menyenangkan
4.Paksaan atau ancaman itu ditujukan baik terhadap orang itu sendiri maupun terhadap orang lain.
Yang lebih mengerti apakah perbuatan ancaman yang dilakukan oleh pejabat saudara tsb merupakan tindak pidana Perbuatan tidak menyenangkan atau bukan, silahkan analisa sendiri perbuatan yang menimpa kita. Jika ya anda dapat melaporkan kepada pihak kepolisian.
Demikian, semoga bermanfaat bagi para penghuni rumah Dinas/Negara dalam kasus yang sama. Bagi para pencari keadilan dalam upaya hukum yang sedang menderanya. Selamat berjuang Allah SWT. bersama kita semua. Amien ! Yang berminat mengunduh : Permendiknas Nomor 76 Tahun 2008 secara utuh dan tidak sepotong-sepotong klik disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar