Kehendak melakukan privatisasi rumah dinas
(rumdis) di kalangan penghuni rumdis Unram sudah berlangsung sejak lama.
Keinginan itupun semakin menggebu sewaktu secara nasional hal serupa disuarakan
para penghuni rumdis di banyak perguruan tinggi se Indonesia. Bak
mendapat kawan senasib, para penghuni rumdis Unram semakin gigih memperjuangkan
privatisasi yang akhirnya memilih menempuh gugatan hukum Episode
kerenggangan hubungan junior-senior di lingkungan Universitas Mataram (Unram)
berlanjut. Pekan lalu Koran Kampung menulis berita mengenai sejumlah
mantan dosen dan janda mantan dosen penghuni Rumdis Unram yang diminta
mengosongkan rumah yang mereka tempati. Perintah pengosongan itu datang dari
pihak universitas. Pendekatan sesama keluarga besar, proses dialog dan
negosiasi dengan Rektor Unram, menemui jalan buntu.
Perkara itu akhirnya berujung gugatan di
pengadilan. Para petinggi Unram yang dahulu semasa mahasiswa belajar dari para
mantan dosen itu, berseteru dengan senior mereka. Apa kata Rektor Unram Prof
Sunarpi? “Ya, persoalan ini memang berlangsung cukup lama. Sekitar tahun 2003
lalu. Berawal dari keinginan privatisasi rumah dinas oleh para penghuni yang
kemudian mendapat reaksi cukup keras dari kalangan kampus,” kisah Sunarpi,
Selasa (27/9) pekan lalu.
Saat
itu rektor masih dijabat oleh Prof Mansyur Ma’shum. Atas adanya reaksi kalangan
kampus itu pihak universitas menerbitkan Surat Keputusan (SK) Senat Unram Tahun
2003 yang mengakomodir kehendak para penghuni melakukan privatisasi rumdis.
Menurut Sunarpi, SK tersebut berangkat dari kompromi rektor sebelumnya yang
kemudian memberikan kesempatan kepada penghuni untuk sementara waktu diizinkan
menempati rumdis. Namun sampai batas waktu hingga janda para mantan dosen yang
masih menempati rumdis meninggal dunia.
Sampai
di sana, tak ada gejolak berarti hingga kemudian terbit Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 76 Tahun 2008. Permendiknas itu
mengatur peruntukan rumah dinas di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional
yang ternyata bertentangan dengan SK Senat Unram Tahun 2003 itu.
Permendiknas Nomor 76/2008 itu, jelas Prof
Sunarpi, antara lain menyebutkan bahwa rumdis hanya boleh ditempati sampai
batas pensiun. Selain itu, rumdis hanya diperuntukkan bagi dosen yang tak
memiliki rumah tinggal pribadi. Akibatnya, meski sudah ada SK Senat yang
mengizinkan keluarga mantan dosen boleh menempati rumah sampai janda mereka
meninggal dunia, Permendagri harus menjadi acuan.
“Di Permendagri itu juga diatur, rumah dinas
tidak boleh diubah bentuk dan fungsi. Kalau mau dilihat sudah terjadi perubahan
bentuk sedemikian rupa oleh para penghuni. Juga perubahan fungsi dengan adanya
kos-kosan, dan lain-lain,” terang Sunarpi.
Terbitnya Permendagri itu kemudian mendorong
pihak Senat Unram untuk meminta para penghuni mengosongkan rumdis. “Itu
dilakukan secara bertahap. Tahap pertama diberikan teguran per tiga bulan. Tiga
bulan berikutnya, teguran lagi. Nah, April 2009 lalu saya dilantik (sebagai
Rektor Unram), lantas melanjutkan surat teguran tersebut dan itu teguran yang
ke tiga. Dalam surat teguran (ke tiga) itu tidak berubah bunyi dan substansi
surat. Hanya mengubah tanggal,” terang Prof Sunarpi.
Jadi Atensi KPK
Tak selesai hingga surat teguran, kasus
perseteruan ini terus bersipongang. Sebelumnya sempat pula menjadi perhatian
Komisi Pemberantasan Korupsi setelah sejumlah penghuni rumdis di lingkungan
Kemendiknas di daerah lain, juga menyuarakan privatisasi rumdis. Dorongan
privatisasi itu menggejala secara nasional yang membuat KPK memerintahkan
Kemendiknas melakukan audit investigasi di seluruh perguruan tinggi se
Indonesia termasuk Unram.
“Turun lima sampai enam auditor dari Irjen
Kemendiknas yang membuahkan kesepakatan antara Irjen dengan penghuni. Poinnya,
siap mengembalikan atau mengosongkan rumah dinas sesuai Permendiknas setelah
(dosen yang menghuni) pensiun. Kesepakatan antara Irjen dengan penghuni itu
tanpa intervensi rektor,” terang Sunarpi.
Pasca-audit investigasi itu, keluar instruksi
Mendiknas kepada Rektor Unram yang meminta rektor menerbitkan Surat Izin
Penghunian (SIP) bagi dosen yang masih aktif yang dievaluasi setiap dua tahun.
Berikutnya, jika memungkinkan mengubah status rumdis dari Kelas II menjadi
Kelas I. Di mana Rumdis Kelas II dikategorikan sebagai rumah jabatan.
Selain itu, instruksi Mendiknas juga menyebutkan
agar menaati Permendiknas 76/2008 tersebut dan menaati hasil audit investigasi
yang sudah dilakukan. Tapi belakangan muncul lagi persoalan dengan adanya surat
yang dikirimkan para penghuni kepada Presiden RI. Isi surat menggugat
Permendiknas. “Saya terima surat tembusannya. Jadi surat yang dikirimkan itu
mengingkari kesepakatan antara Irjen dengan penghuni meskipun surat itu
kemudian dijawab Setneg yang menegaskan pengelolaan rumah dinas di lingkungan
Kemendiknas mengacu kepada Permendiknas,” kata Sunarpi.
Kelanjutan dari instruksi Mendiknas yang menurut
Prof Sunarpi kemudian diingkari oleh para penghuni itu mendorong pihak
universitas mengambil langkah-langkah peringatan untuk mengosongkan rumah
dinas. Pasca-surat peringatan itu, kata Sunarpi lagi, ada penghuni yang
merespons dengan menyerahkan rumdis, meski ada pula yang tidak.
Hingga kemudian, pada Agustus 2011 lalu terjadi
dialog antara Rektor Prof Sunarpi dengan perwakilan penghuni. Dialog berakhir
dengan kesepakatan bahwa Unram segera mengambilalih rumdis yang sudah diserahkan
dan segera memanfaatkannya untuk keperluan institusi.
Kesepakatan kedua, jelas Sunarpi lagi, dilakukan
inventarisasi kondisi penghuni antara yang memiliki rumah dan yang benar-benar
tidak memiliki. “Yang tidak punya rumah, dengan alasan kemanusiaan akan
dicarikan solusi oleh universitas,” jelas Prof Sunarpi.
15 Maret 2012 Oleh Budiman
Sumber : korankampung.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar