IIP Kampus Cilandak, Jakarta, awalnya berlokasi di Malang yang berdiri
atas dasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 119 tanggal 7
Agustus 1967 berlaku surut tanggal 25 April 1967. Keppres itu
mengesahkan peralihan status Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN)
Malang menjadi IIP Malang. Pada tanggal 25 Mei 1967, Menteri Dalam
Negeri, Amir Mahmud, membuka secara resmi berdirinya IIP Malang sebagai
lembaga kedinasan dilingkungan Kementerian Dalam Negeri.
Didasarkan atas pemikiran untuk menciptakan wawasan nasional dan
mendekatkan IIP Malang dengan pusat informasi Pemerintah Pusat, maka
diterbitkanlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1972
tentang Pemindahan Tempat Kedudukan IIP Malang ke Jakarta. Pada tahun
1972 IIP Jakarta diresmikan oleh Presiden Soeharto, namun baru pada
tahun 1974 kegiatan pendidikan berlangsung secara penuh. Sebagai
landasan yuridis formal dalam pelaksanaan pendidikannya, diterbitkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1973 tanggal 5 Maret 1973
tentang Statuta IIP Jakarta.
Perpindahan IIP Malang ke Jakarta adalah jebol/bedol deso, yaitu seluruh pegawai, baik pegawai baru/lama, semua dipindahkan ke Jakarta. Keadaan pegawai saat itu serba sulit, apabila saat itu para pegawai diperbolehkan memilih, maka banyak pegawai yang tidak mau pindah ke Jakarta karena pertimbangan keluarga yang ditinggal dan kondisi perekonomian di Jakarta yang lebih tinggi daripada di Malang. Akan tetapi, karena ada jaminan bahwa mereka bisa tinggal sampai janda/dudanya meninggal dan akan memiliki rumah dari pimpinan (IIP/Depdagri), seluruh pegawai bersedia pindah ke Jakarta walaupun berharap-harap cemas karena apa yang dikatakannya hanya diucapkan secara lisan tidak dituangkan dalam Surat Keputusan.
Sejak
berdirinya IIP tahun 1967 s/d akhir tahun 2004 organisasi dan Tata
Kerja Institut Ilmu Pemerintahan masih non struktural, sehingga karier
pegawai sangat sulit untuk berkembang, kenaikan pangkat pegawai
seluruhnya berjalan secara reguler biarpun yang bersangkutan sudah
menduduki jabatan-jabatan tertentu misalnya, sebagai Kepala Bagian
(yang katanya dipersamakan dengan eselon III) dan Kepala Sub Bagian
(yang katanya dipersamakan dengan eselon IV). Intinya pegawai IIP pada
saat itu hanya dituntut kewajibannya, sedangkan hak-hak pegawai selain
gaji yaitu kenaikan pangkat tidak dapat dipenuhi.
Pasca kekerasan
yang terjadi di Kampus STPDN Jatinangor, Depdagri melakukan pemindahan
Muda Praja STPDN ke Kampus IIP Cilandak, dan bahkan mahasiswa IIP yang
mempunyai kampus malah harus dipindahkan ke Badan Diklat Depdagri
Kalibata demi menyelamatkan mahasiswa STPDN agar tidak terjadi kontak
fisik.
Setelah terjadi kasus kekerasan pada praja Wahyu Hidayat
yang menyebabkannya meninggal dunia, pemerintah melalui Departemen Dalam
Negeri akhirnya memutuskan melebur Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam
Negeri (STPDN) dan IIP dalam wadah baru bernama Institut Pemerintahan
Dalam Negeri (IPDN) pada tahun 2005.
Pada 10 Oktober 2007, IPDN
kembali diubah menjadi Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), namun IIP yang
baru ini tidak akan hanya mempunyai kampus di Jatinangor, melainkan juga
di beberapa daerah lain seperti Bukittinggi (Sumatera Barat),
Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Makassar (Sulawesi Selatan), dan
Mataram (Nusa Tenggara Barat). IIP juga akan berbeda dari IPDN dari segi
sistem pendidikannya, meskipun pada saat keputusan perubahan ini
diambil sistem pendidikan yang baru tersebut belum diatur secara rinci.
Author: Esthi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar