Sejumlah mantan dosen dan janda mantan dosen yang
menghuni rumah dinas Universitas Mataram (Unram) diminta mengosongkan rumah
yang mereka tempati. Perintah pengosongan itu datang dari pihak universitas.
Pendekatan sesama keluarga besar, proses dialog dan negosiasi dengan Rektor
Unram, menemui jalan buntu. Perkara itu akhirnya berujung gugatan di
pengadilan. Para petinggi Unram yang dahulu semasa mahasiswa belajar dari para
mantan dosen itu, berseteru dengan senior mereka.
“Orang-orang tua ini (para mantan dosen) datang
ke juniornya yang kebetulan jadi rektor,” ungkap M Taufik Budiman, penasehat
hukum sejumlah penghuni rumah di Jalan Pemuda Mataram itu, Senin pekan lalu Kedatangan mereka untuk melakukan negosiasi setelah sebuah
surat pemberitahuan pengosongan rumah diterima para penghuni. Yakni surat yang
ditandatangani Rektor Unram Prof Sunarpi, yang meminta pengosongan sudah
dilakukan pada 15 September.
Surat dimaksud adalah Surat Keputusan Rektor
Universitas Mataram, Nomor 3525/UN18/HK.00.01/2011. Surat tersebut berisi
pencabutan izin penghunian rumah negara/dinas yang ditempati para mantan dosen
dan janda mantan dosen itu.
Dialog berlangsung akrab, maklum sesama keluarga
besar. Kesepakatan didapat setelah rektor mengemukakan tidak mengambil tindakan
apapun. Para mantan dosen pulang ke rumah dengan hati lega. “Ketika surat ini
muncul (perintah pengosongan tanggal 15 September), bapak-bapak para mantan
dosen ini nego dengan rektor. Rektor bilang (rumah) tidak akan diapa-apakan.
Bapak-bapak ini lalu pulang,” tutur Taufik Budiman.
Namun kegembiraan mereka tak berlangsung lama.
Selain surat perintah pengosongan tanggal 15 September, ada lagi surat lain
dengan perintah sama. Bedanya, perintah pengosongan harus sudah dilakukan
tanggal 15 Agustus. “Ini yang membuat bapak-bapak (mantan dosen) ini marah.
Hasil negosiasi (dengan kesepakatan tak ada tindakan apapun terhadap penghuni
rumah) diciderai,” jelas Taufik.
Rumah dinas itu sebanyak 44 unit, terdiri dari
dua blok. Yakni blok di Jalan Pemuda Mataram, dan blok lainnya berada di
barisan belakang. Kesepakatan pasca-negosiasi dinilai diciderai karena rektor
menerbitkan juga surat yang sama untuk penghuni di blok lain. Lebih-lebih,
surat lainnya itu baru belakangan diketahui kemunculannya.
Kejadian itu membuat sebagian penghuni mengajukan
gugatan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram. Penggugat terdiri
dari Ny Sundari Mulkian, Ny Ni Made Nilajati, dan Tejo Prayitno Malacca.
Sedangkan tergugat adalah Rektor Universitas Mataram.
“Gugatan ini bersifat ergo omnes. Berlaku tidak
hanya antara penggugat dan tergugat, tetapi kepada semua pihak yang terkait
dengan perkara ini. Atau berlaku umum,” jelas Taufik Budiman.
Kini, PTUN Mataram melalui Ketua PTUN Harianto
Sulistyo Wibowo dan Panitera I Nyoman Selamet, sudah menerbitkan putusan sela.
Putusan tertanggal 14 September itu memerintahkan penundaan pengosongan rumah
sebagaimana isi surat Rektor Unram tersebut.
Dijelaskan Taufik Budiman, kliennya mengajukan
gugatan karena Surat Keputusan Rektor Universitas Mataram, Nomor
3525/UN18/HK.00.01/2011 yang mencabut izin penghunian rumah, dinilai cacat
hukum. Sebab secara administrasi, SK tersebut tidak memuat tembusan/petikan
kepada pihak-pihak bersangkutan agar diketahui dan dilaksanakan sebagaimana SK
pada umumnya.
Selain itu, secara materiil SK dinilai cacat
karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi. Yaitu PP Nomor 40
tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 31
tahun 2005 tentang Perubahan atas PP Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah
Negara jo PP Nomor 11 tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan,
Penetapan Status, Pengalihan Status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara.
Di mana di dalamnya diatur secara tegas pihak
yang mempunyai kewenangan untuk menentukan peraturan penghunian rumah Negara
yaitu Menteri yang membidangani Pekerjaan Umum. “Bukan merupakan
Kewenangan Menteri Pedidikan Nasional apalagi Rektor Universitas Mataram,” kata
Taufik.
Begitupun, secara substansi dalam peraturan
pemerintah ditentukan bahwa penghuni rumah dinas termasuk juga adalah mereka
yang sudah pensiun. Mereka, termasuk jandanya atau anak-anaknya punya hak
sebagi penghuni dan masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan kepemilikan.
“Bagaimana mungkin orang punya hak sebagai
penghuni, masih punya hak mengajukan kepemilikan, kok diusir. Ini kan logikanya
nggak nyambung, hukum itu kan harus masuk akal,” ujar Taufik.
Sayangnya, Rektor Universitas Mataram Prof
Sunarpi belum berhasil dihubungi. Semula, selain menyangkut putusan sela PTUN
Mataram itu, rektor juga hendak dikonfirmasi terkait surat permakluman dan
somasi yang dikirimkan kuasa hukum para penggugat tersebut.
Somasi meminta Rektor Unram agar tidak mengambil
tindakan apapun terkait penghunian Rumah Negara/ Dinas di Lingkungan
Universitas Mataram itu, sampai proses hukum selesai dan mendapat putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
15 Maret, 2012 Oleh Budiman
Sumber : Korankampung.com
15 Maret, 2012 Oleh Budiman
Sumber : Korankampung.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar