Selasa, 29 Januari 2013

Gugatan Hukum Perkara Rumah Dinas Dosen UNRAM (1)


Sejumlah mantan dosen dan janda mantan dosen yang menghuni rumah dinas Universitas Mataram (Unram) diminta mengosongkan rumah yang mereka tempati. Perintah pengosongan itu datang dari pihak universitas. Pendekatan sesama keluarga besar, proses dialog dan negosiasi dengan Rektor Unram, menemui jalan buntu. Perkara itu akhirnya berujung gugatan di pengadilan. Para petinggi Unram yang dahulu semasa mahasiswa belajar dari para mantan dosen itu, berseteru dengan senior mereka.


“Orang-orang tua ini (para mantan dosen) datang ke juniornya yang kebetulan jadi rektor,” ungkap M Taufik Budiman, penasehat hukum sejumlah penghuni rumah di Jalan Pemuda Mataram itu, Senin pekan lalu Kedatangan mereka untuk melakukan negosiasi setelah sebuah surat pemberitahuan pengosongan rumah diterima para penghuni. Yakni surat yang ditandatangani Rektor Unram Prof Sunarpi, yang meminta pengosongan sudah dilakukan pada 15 September.

Surat dimaksud adalah Surat Keputusan Rektor Universitas Mataram, Nomor 3525/UN18/HK.00.01/2011. Surat tersebut berisi pencabutan izin penghunian rumah negara/dinas yang ditempati para mantan dosen dan janda mantan dosen itu.

Dialog berlangsung akrab, maklum sesama keluarga besar. Kesepakatan didapat setelah rektor mengemukakan tidak mengambil tindakan apapun. Para mantan dosen pulang ke rumah dengan hati lega. “Ketika surat ini muncul (perintah pengosongan tanggal 15 September), bapak-bapak para mantan dosen ini nego dengan rektor. Rektor bilang (rumah) tidak akan diapa-apakan. Bapak-bapak ini lalu pulang,” tutur Taufik Budiman.

Namun kegembiraan mereka tak berlangsung lama. Selain surat perintah pengosongan tanggal 15 September, ada lagi surat lain dengan perintah sama. Bedanya, perintah pengosongan harus sudah dilakukan tanggal 15 Agustus. “Ini yang membuat bapak-bapak (mantan dosen) ini marah. Hasil negosiasi (dengan kesepakatan tak ada tindakan apapun terhadap penghuni rumah) diciderai,” jelas Taufik.

Rumah dinas itu sebanyak 44 unit, terdiri dari dua blok. Yakni blok di Jalan Pemuda Mataram, dan blok lainnya berada di barisan belakang. Kesepakatan pasca-negosiasi dinilai diciderai karena rektor menerbitkan juga surat yang sama untuk penghuni di blok lain. Lebih-lebih, surat lainnya itu baru belakangan diketahui kemunculannya.

Kejadian itu membuat sebagian penghuni mengajukan gugatan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram. Penggugat terdiri dari Ny Sundari Mulkian, Ny Ni Made Nilajati, dan Tejo Prayitno Malacca. Sedangkan tergugat adalah Rektor Universitas Mataram.

“Gugatan ini bersifat ergo omnes. Berlaku tidak hanya antara penggugat dan tergugat, tetapi kepada semua pihak yang terkait dengan perkara ini. Atau berlaku umum,” jelas Taufik Budiman.

Kini, PTUN Mataram melalui Ketua PTUN Harianto Sulistyo Wibowo dan Panitera I Nyoman Selamet, sudah menerbitkan putusan sela. Putusan tertanggal 14 September itu memerintahkan penundaan pengosongan rumah sebagaimana isi surat Rektor Unram tersebut.

Dijelaskan Taufik Budiman, kliennya mengajukan gugatan karena Surat Keputusan Rektor Universitas Mataram, Nomor 3525/UN18/HK.00.01/2011 yang mencabut izin penghunian rumah, dinilai cacat hukum. Sebab secara administrasi, SK tersebut tidak memuat tembusan/petikan  kepada pihak-pihak bersangkutan agar diketahui dan dilaksanakan sebagaimana SK pada umumnya.

Selain itu, secara materiil SK dinilai cacat karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi. Yaitu PP Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 31 tahun 2005 tentang  Perubahan atas PP Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara jo  PP Nomor 11 tahun 2008  tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara.

Di mana di dalamnya diatur secara tegas pihak yang mempunyai kewenangan untuk menentukan peraturan penghunian rumah Negara yaitu  Menteri yang  membidangani Pekerjaan Umum. “Bukan merupakan Kewenangan Menteri Pedidikan Nasional apalagi Rektor Universitas Mataram,” kata Taufik.

Begitupun, secara substansi dalam peraturan pemerintah ditentukan bahwa penghuni rumah dinas termasuk juga adalah mereka yang sudah pensiun. Mereka, termasuk jandanya atau anak-anaknya punya hak sebagi penghuni dan masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan kepemilikan.

“Bagaimana mungkin orang punya hak sebagai penghuni, masih punya hak mengajukan kepemilikan, kok diusir. Ini kan logikanya nggak nyambung, hukum itu kan harus masuk akal,” ujar Taufik.

Sayangnya, Rektor Universitas Mataram Prof Sunarpi belum berhasil dihubungi. Semula, selain menyangkut putusan sela PTUN Mataram itu, rektor juga hendak dikonfirmasi terkait surat permakluman dan somasi yang dikirimkan kuasa hukum para penggugat tersebut.

Somasi meminta Rektor Unram agar tidak mengambil tindakan apapun terkait penghunian Rumah Negara/ Dinas di Lingkungan Universitas Mataram itu, sampai proses hukum selesai dan mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

15 Maret, 2012 Oleh Budiman
Sumber : Korankampung.com











Tidak ada komentar:

Posting Komentar