Selasa, 29 Januari 2013

Gugatan Hukum Perkara Rumah Dinas Dosen UNRAM (3)


Kalau Prof H Sunarpi mengatakan penghuni mengingkari kesepakatan dengan Irjen Mendiknas terkait rumah dinas, kuasa hukum para penghuni rumdis M Taufik Budiman justru menduga ada ketidakselarasan antara kata dan perbuatan. “Seolah-olah yang dikatakan (Rektor Unram H Sunarpi) berbeda dengan kenyataan. Mungkin ini kesalahan stafnya, tidak ada koordinasi perihal penerbitan surat perintah pengosongan dengan hasil dialog antara rektor dengan para penghuni,” ujar Taufik Budiman, Selasa (27/9) pekan lalu. Yang dimaksudkan Taufik adalah hasil dialog antara para mantan dosen dengan H Sunarpi, di mana rektor berjanji tidak akan mengambil tindakan apapun pasca-dialog terkait rumdis. Namun tak lama setelah dialog, datang surat bertanggal 15 September 2011 yang memerintahkan pengosongan rumah. Padahal, kedatangan para penghuni untuk berdialog tersebut dipicu surat lain yang bertanggal 15 Agustus dengan perihal yang sama. Bedanya, dua surat yang berbeda itu ditujukan.

Sebagaimana diketahui, rumah dinas yang kemudian memicu perseteruan junior-senior itu terdiri dari 44 unit di kawasan Jln Pemuda Mataram.“Kita sayangkankan dialog itu hanya sampai di situ saja. Muncul surat pengosongan untuk penghuni lain, ini pemicu penghuni kemudian mengajukan gugatan hukum,” terang Taufik Budiman.

Selain itu, indikasi tidak bertautnya kata dengan perbuatan, ujar Taufik lagi, sikap bersikukuh rektor yang tetap pada pendiriannya untuk mengacu pada Permendiknas Nomor 76 Tahun 2008. “Pada saat kita dipanggil oleh pengadilan sebelum penetapan pengadilan, rektorat diwakili kuasa hukumnya. Kata kuasa hukum, rektor tepat pada pendiriannya yang mengacu pada Permendiknas 76/2008,” ujarnya lagi.

Terkait pendapat H Sunarpi yang mengatakan sudah terjadi perubahan bentuk dan fungsi rumdis, Taufik Budiman berpandangan lain. Menurut dia, mesti dilihat aturan dasar mengenai rumah dinas yang disebut rumah negara. “Rumah dinas itu diperuntukkan sebagai rumah tinggal yang layak. Ada kebutuhan menambah jumlah kamar karena penambahan anggota keluarga. Perubahan bentuk itu juga bagian dari perawatan. Dan rumah dinas tidak diberikan kepada orang lain. Hal ini secara prinsip tidak menyalahi ketentuan dan tetap dipakai sebagai rumah tinggal,” ujarnya.

Dia berharap agar tidak perlu bersitegang dengan menyebut ada penghuni rumdis yang sudah memiliki banyak rumah di tempat lain namun masih menghendaki rumdis. Untuk itu Taufik Budiman meminta agar semua mengacu kepada aturan yang ada.

“Karena kami tak mau ukuran bisa menempati atau tidak bisa menempati rumdis adalah punya rumah atau tidak di tempat lain. Acuan hukumnya harus jelas,” papar Taufik. Diberitakan sebelumnya, para penggugat terdiri dari Ny Sundari Mulkian, Ny Ni Made Nilajati, dan Tejo Prayitno Malacca. Sedangkan tergugat adalah Rektor Universitas Mataram.

“Gugatan ini bersifat ergo omnes. Berlaku tidak hanya antara penggugat dan tergugat, tetapi kepada semua pihak yang terkait dengan perkara ini. Atau berlaku umum,” jelas Taufik Budiman.

Kini, PTUN Mataram melalui Ketua PTUN Harianto Sulistyo Wibowo dan Panitera I Nyoman Selamet, sudah menerbitkan putusan sela. Putusan tertanggal 14 September itu memerintahkan penundaan pengosongan rumah sebagaimana isi surat Rektor Unram tersebut.

Dijelaskan Taufik Budiman, kliennya mengajukan gugatan karena Surat Keputusan Rektor Universitas Mataram, Nomor 3525/UN18/HK.00.01/2011 yang mencabut izin penghunian rumah, dinilai cacat hukum. Sebab secara administrasi, SK tersebut tidak memuat tembusan/petikan  kepada pihak-pihak bersangkutan agar diketahui dan dilaksanakan sebagaimana SK pada umumnya.

Selain itu, secara materiil SK dinilai cacat karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi. Yaitu PP Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 31 tahun 2005 tentang  Perubahan atas PP Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara jo  PP Nomor 11 tahun 2008  tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara.

Di mana di dalamnya diatur secara tegas pihak yang mempunyai kewenangan untuk menentukan peraturan penghunian rumah Negara yaitu  Menteri yang  membidangani Pekerjaan Umum. “Bukan merupakan Kewenangan Menteri Pedidikan Nasional apalagi Rektor Universitas Mataram,” kata Taufik.

Begitupun, secara substansi dalam peraturan pemerintah ditentukan bahwa penghuni rumah dinas termasuk juga adalah mereka yang sudah pensiun. Mereka, termasuk jandanya atau anak-anaknya punya hak sebagai penghuni dan masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan kepemilikan.

“Bagaimana mungkin orang punya hak sebagai penghuni, masih punya hak mengajukan kepemilikan, kok diusir. Ini kan logikanya nggak nyambung, hukum itu kan harus masuk akal,” ujar Taufik

15 Maret 2012 oleh Budiman
Sumber : korankampung.com






















 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar