Kalau Prof H Sunarpi mengatakan penghuni
mengingkari kesepakatan dengan Irjen Mendiknas terkait rumah dinas, kuasa hukum
para penghuni rumdis M Taufik Budiman justru menduga ada ketidakselarasan
antara kata dan perbuatan. “Seolah-olah yang dikatakan (Rektor Unram H Sunarpi) berbeda dengan
kenyataan. Mungkin ini kesalahan stafnya, tidak ada koordinasi perihal
penerbitan surat perintah pengosongan dengan hasil dialog antara rektor dengan
para penghuni,” ujar Taufik Budiman, Selasa (27/9) pekan lalu. Yang
dimaksudkan Taufik adalah hasil dialog antara para mantan dosen dengan H
Sunarpi, di mana rektor berjanji tidak akan mengambil tindakan apapun
pasca-dialog terkait rumdis. Namun tak lama setelah dialog, datang surat
bertanggal 15 September 2011 yang memerintahkan pengosongan rumah. Padahal,
kedatangan para penghuni untuk berdialog tersebut dipicu surat lain yang
bertanggal 15 Agustus dengan perihal yang sama. Bedanya, dua surat yang berbeda
itu ditujukan.
Sebagaimana diketahui, rumah dinas yang kemudian
memicu perseteruan junior-senior itu terdiri dari 44 unit di kawasan Jln Pemuda
Mataram.“Kita sayangkankan dialog itu hanya sampai di situ saja. Muncul surat
pengosongan untuk penghuni lain, ini pemicu penghuni kemudian mengajukan
gugatan hukum,” terang Taufik Budiman.
Selain itu, indikasi tidak bertautnya kata dengan
perbuatan, ujar Taufik lagi, sikap bersikukuh rektor yang tetap pada
pendiriannya untuk mengacu pada Permendiknas Nomor 76 Tahun 2008. “Pada saat
kita dipanggil oleh pengadilan sebelum penetapan pengadilan, rektorat diwakili
kuasa hukumnya. Kata kuasa hukum, rektor tepat pada pendiriannya yang mengacu
pada Permendiknas 76/2008,” ujarnya lagi.
Terkait pendapat H Sunarpi yang mengatakan sudah
terjadi perubahan bentuk dan fungsi rumdis, Taufik Budiman berpandangan lain.
Menurut dia, mesti dilihat aturan dasar mengenai rumah dinas yang disebut rumah
negara. “Rumah dinas itu diperuntukkan sebagai rumah tinggal yang layak. Ada
kebutuhan menambah jumlah kamar karena penambahan anggota keluarga. Perubahan
bentuk itu juga bagian dari perawatan. Dan rumah dinas tidak diberikan kepada
orang lain. Hal ini secara prinsip tidak menyalahi ketentuan dan tetap dipakai
sebagai rumah tinggal,” ujarnya.
Dia berharap agar tidak perlu bersitegang dengan
menyebut ada penghuni rumdis yang sudah memiliki banyak rumah di tempat lain
namun masih menghendaki rumdis. Untuk itu Taufik Budiman meminta agar semua
mengacu kepada aturan yang ada.
“Karena kami tak mau ukuran bisa menempati atau
tidak bisa menempati rumdis adalah punya rumah atau tidak di tempat lain. Acuan
hukumnya harus jelas,” papar Taufik. Diberitakan sebelumnya, para penggugat
terdiri dari Ny Sundari Mulkian, Ny Ni Made Nilajati, dan Tejo Prayitno
Malacca. Sedangkan tergugat adalah Rektor Universitas Mataram.
“Gugatan ini bersifat ergo omnes. Berlaku tidak
hanya antara penggugat dan tergugat, tetapi kepada semua pihak yang terkait
dengan perkara ini. Atau berlaku umum,” jelas Taufik Budiman.
Kini, PTUN Mataram melalui Ketua PTUN Harianto
Sulistyo Wibowo dan Panitera I Nyoman Selamet, sudah menerbitkan putusan sela.
Putusan tertanggal 14 September itu memerintahkan penundaan pengosongan rumah
sebagaimana isi surat Rektor Unram tersebut.
Dijelaskan Taufik Budiman, kliennya mengajukan
gugatan karena Surat Keputusan Rektor Universitas Mataram, Nomor
3525/UN18/HK.00.01/2011 yang mencabut izin penghunian rumah, dinilai cacat
hukum. Sebab secara administrasi, SK tersebut tidak memuat
tembusan/petikan kepada pihak-pihak bersangkutan agar diketahui dan
dilaksanakan sebagaimana SK pada umumnya.
Selain itu, secara materiil SK dinilai cacat
karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi. Yaitu PP Nomor 40
tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 31
tahun 2005 tentang Perubahan atas PP Nomor 40 tahun 1994 tentang Rumah
Negara jo PP Nomor 11 tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan,
Penetapan Status, Pengalihan Status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara.
Di mana di dalamnya diatur secara tegas pihak
yang mempunyai kewenangan untuk menentukan peraturan penghunian rumah Negara
yaitu Menteri yang membidangani Pekerjaan Umum. “Bukan merupakan
Kewenangan Menteri Pedidikan Nasional apalagi Rektor Universitas Mataram,” kata
Taufik.
Begitupun, secara substansi dalam peraturan
pemerintah ditentukan bahwa penghuni rumah dinas termasuk juga adalah mereka
yang sudah pensiun. Mereka, termasuk jandanya atau anak-anaknya punya hak
sebagai penghuni dan masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan kepemilikan.
“Bagaimana mungkin orang punya hak sebagai
penghuni, masih punya hak mengajukan kepemilikan, kok diusir. Ini kan logikanya
nggak nyambung, hukum itu kan harus masuk akal,” ujar Taufik
15 Maret 2012 oleh Budiman
Sumber : korankampung.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar